Sudah sejak semalam aku mendengar keributan ini: seorang ibu mencari anak-anaknya yang menghilang. Siang ini suaranya parau, makin mengiris hatiku.
Kulihat ia memanggil-manggil anaknya di setiap rumah di gang ini. Lalu pergi untuk kembali lagi meneriaki rumah-rumah kami. Mungkin dia memanggil nama anaknya atau apa, aku tidak tahu. Bahasanya asing bagi warga di sini.
Aku sungguh tak tega. Ingin aku membantunya, tapi bagaimana caranya? Didekati saja ia tak mau. Ia pasti akan langsung ambil langkah seribu jika ada yang mendekat.
Aku membuka pintu dan keluar ke teras. Rupanya bukan hanya aku yang memperhatikan ibu setengah tua itu. Tetangga sebelah rumah pun juga kulihat sedang memperhatikannya. Aku mendekat kepada tetanggaku itu. Senyumku kutawarkan kepadanya. Ia menyambutku.
"Kasihan dia.", kata tetanggaku tanpa kutanya terlebih dahulu. Aku menunggu kalimat berikutnya. "Dua anaknya diambil pemilik rumah semalam dan dibawa entah ke mana." Aku mengangguk-angguk. Ibu mana yang sanggup berpisah dari anak-anaknya?
Si ibu itu memang tak punya rumah untuk berlindung. Ia hidup berpindah-pindah tempat. Rupanya kali ini si pemilik rumah merasa keberatan dengan kehadirannya bersama kedua anaknya yang beranjak besar.
Mungkinkah anak-anak itu merusak barang-barang si pemilik rumah? Atau mengotorinya? Atau si ibu itu kerap mencuri lauk di meja makan? Entahlah. Yang jelas kini ia merintih-rintih memanggil anaknya. Badannya yang besar menjadi kusam warnanya. Ekornya pun lebih banyak terkulai lesu. Ah, kasihan kau, pus.
-Selesai-