"Ini Ibu," Nini menunjuk sosok gadis kecil yang tersenyum ke arah kamera.
"Yang ini?" tanya Andi.
"Ini Bulik Siti. Yang nomor lima." "Ini Eyang Par?"
"Bukan. Ini Eyang Utik. Ibunya Ibu. Eyang Par yang tadi berfoto sama kita di pelaminan," jawab Nini.
"Setelah Eyang Utik meninggal, Eyang Kakung menikah lagi." "Iya sih, memang beda raut wajahnya. Eyang Utik galak, ya?"
"Kok tahu?" Nini terheran-heran.
"Di fotonya nggak pernah senyum," jawab Andi. "Iya sih. Entah kenapa."
"Kukira karena ini," Andi menunjuk beberapa foto.
"Yang ini masih tiga. Lalu lima. Tujuh. Sembilan. Sepuluh anak."
"Yang ini?" tanya Andi.
"Ini Bulik Siti. Yang nomor lima." "Ini Eyang Par?"
"Bukan. Ini Eyang Utik. Ibunya Ibu. Eyang Par yang tadi berfoto sama kita di pelaminan," jawab Nini.
"Setelah Eyang Utik meninggal, Eyang Kakung menikah lagi." "Iya sih, memang beda raut wajahnya. Eyang Utik galak, ya?"
"Kok tahu?" Nini terheran-heran.
"Di fotonya nggak pernah senyum," jawab Andi. "Iya sih. Entah kenapa."
"Kukira karena ini," Andi menunjuk beberapa foto.
"Yang ini masih tiga. Lalu lima. Tujuh. Sembilan. Sepuluh anak."