hari hari fiksi

Sekian % Fiksi

Diberdayakan oleh Blogger.

"Kurasa sebaiknya kau tidak perlu tahu tentang dia. Percayalah, kurasa betul-betul jangan."

Andin, istriku, menatap wajahku dengan heran. Ponselku masih ada di genggamannya. 

Sumber indonesiarayanews

"Memangnya kenapa?", tanyanya. Aku diam berpikir. "Dia berbahaya. Boleh kuminta ponselku?", jawabku.

Tanganku terulur meminta. Andin memindahkan ponsel dari tangannya ke tanganku diiringi tatapan penuh tanda tanya. Ia tampak sangat ingin berdiskusi tentang pesan yang baru saja masuk ke ponselku. Tapi ia kalah cepat.  Cup! "Terima kasih, Sayang." Sebuah kecupan manis di pipi pasti akan mampu mengusir keraguannya.

Kubuka WhatsApp-ku dan segera kuhapus pesan dari kawan lamaku itu. Ia berlidah ular. Ia piawai sekali mengubah cara berpikir lawan bicaranya. Ini berbahaya! Tak kan kubiarkan dia menyihirku atau istriku. Pilihanku sudah bulat: memilih calon presiden idamanku walau apapun yang dikatakan orang!

-Selesai-

Prompt #54 Rahasia

"Tolong ya, sayang. Aku harus membawanya sore nanti. Aku tahu kau bisa menemukannya".  Frank mengecup kening  Marisol,  istrinya. "Tapi, Frank, aku masih harus mengantar anak-anak ke sekolah. Aku tak kan bisa". Marisol menggelengkan kepalanya. Frank menggenggam tangan Marisol. "Kamu bisa, sayang. You're my super woman", ucap Frank lembut. Marisol menghela napas berat. "Oke, Frank. Akan kucarikan buku itu untukmu". Frank mengecup kening istrinya lagi. "Terima kasih". Lalu ia pergi dengan terburu-buru ke kantor. Seperti biasa, Frank mengecup pipi keempat anaknya dengan secepat kilat, mengucapkan "I love you" kepada mereka lalu pergi. Anak-anak itu tak terlalu mengacuhkan ayah mereka. Bagi mereka, Frank cuma mampir sarapan saja di rumah.

Marisol membuka pintu ruang perpustakaan. Bau kertas tua berebut keluar. Rak-rak tinggi berdiri angkuh di sana. Ruang itu tak terlalu luas, namun sangat padat. Klik! Marisol menyalakan lampu. Sebuah sofa berwarna hijau menunggu di sana.

Sumber flavorwire.com

"Baiklah", ucap Marisol pelan. "Akan kutemukan buku itu untukmu, Frank". Tubuhnya terasa begitu penat. Seperti biasa, malamnya berakhir terlalu cepat. Selalu ada pekerjaan menanti dituntaskan. Jam mengurus keempat anaknya baru berakhir ketika mereka tertidur. Usai itu Frank datang menumpahkan semua rasa lelahnya kepadanya. Pagi ini pun setelah mengantar ketiga anaknya ke sekolah, Marisol menghabiskan seluruh pekerjaan rumah tangganya sambil menjaga si bayi yang masih menyusu. Satu jam sebelum jadwal menjemput anak-anaknya datang, ia baru mulai menyisir perpustakaan.

Bukan pekerjaan mudah bagi Marisol untuk menelusuri rak demi rak. Ia pun naik-turun tangga mencari. Lututnya yang menua makin berderit. Makin lama makin gemetar. Napasnya terengah-engah.

"Ini dia, ini dia, Frank. Untukmu. Dari sang super woman". Marisol mendekap buku tua itu di dadanya. Ia pun jatuh kelelahan di sofa. Matanya terpejam. Bibirnya tersenyum.

Alarm di ponsel Marisol berdering mengingatkan. Waktunya menjemput anak-anak dan mengantar buku tua pesanan Frank ke kantornya. Marisol bangkit dan bergegas. "Aku memang super woman", gumamnya. "Frank pasti bangga kepadaku".

#

Nun jauh di sana, Frank sedang bercengkerama dengan seorang perempuan muda di kafe. "Istriku? Ah, dia hanya perempuan biasa. Empat anak membuatnya terlihat membosankan". Perempuan muda itu tertawa bersama Frank.

-Selesai-

Monday Flash Fiction Prompt #52

Cengkeh. Di mana cengkehnya? Kubuka satu per satu tutup toples bumbu dapur. Ah, ini dia. Dua bungkus cengkeh. Cukuplah untuk menakuti mereka. Kumasukkan semua cengkeh yang kudapat ke dalam toples plastik kedap udara yang terbuka itu. Beres. Tak lama lagi mereka akan ketakutan dan pergi karena baunya. Tapi, maaf, tak semudah itu mereka bisa pergi.

Kugoreskan kapur putih. Perlahan-lahan dengan kekuatan penuh hingga jelas terlihat jejaknya di lantai. Ujung garisnya bertemu dengan pangkal garis. Beres. Kini kuyakin tak ada lagi yang sanggup lari. Mereka akan terjebak. Lalu mati perlahan-lahan.

Currie, anakku, masih terlihat murung sambil melihat ke luar jendela. Di bawah sana ada Stilla dan Ben, anak tetangga. Merekalah yang membawa mendung di wajah Currie. Kali ini mereka melukai hati anak miskin macam Currie ini dengan es krim dan teddy bear. Huh! Tak adil! Haruskah anakku merasakan kemiskinan ibunya? Aku masih bisa terima kalau orang tua Stilla dan Ben yang kaya raya itu menyakiti hatiku. Tapi tidak anakku!

Sumber okkesepatumerah

Angin berdebu nan pedih menerobos masuk, menyibak tirai jendela yang compang-camping. Currie menyingkir dari jendela. Wajahnya yang pucat bagai tak punya darah makin pucat saja. Rambutnya kemerahan karena kurang gizi. Kemiskinanku telah kuwariskan kepadanya.

Aku beranjak. Kuambil kaos kaki bekas yang masih bagus. Ini untuk bagian terakhirnya. Kakinya. Beberapa gumpalan kapas kumasukkan paksa ke dalamnya. Penuh dan padat. Bagus. Kini jarum dan benang beraksi. Lihat saja, Stilla. Kau rasakan nanti! Bibirku menyunggingkan senyum yang lebih mirip seringai.

#

Currie melihatku tanpa ekspresi. "Bantu Ibu, Nak". Currie menggeser badannya perlahan. Tangannya merengkuh wadah es batu. "Bawa ke sini", perintahku, "Lalu ambilkan garamnya di meja". Currie memberikan yang kuminta. Aku menuang gula yang tak lagi dikerubuti semut.  "Siap, Currie? Putar!". Currie memutar sekuat-kuatnya. "Ingat, Nak, sepuluh menit. Ben dan Stilla akan merasakannya. Ibu selesaikan tusukan terakhir di boneka". Currie mengangguk dalam diam.

#

Currie keluar rumah dengan senyum kemenangan. Ben dan Stilla menatapnya dalam diam. "Kalian pikir aku tak mampu, kan?", ucap Currie dengan nada congkak. Es krim dan boneka mungil ada di genggamannya.

-Selesai-

Monday Flashfiction #53

Newer Posts
Older Posts

LET’S BE FRIENDS

Labels

10% fiksi 100% fiksi 25% fiksi 50% fiksi 75% fiksi 90% fiksi FFRabu

recent posts

Blog Archive

  • Mei (2)
  • November (2)
  • September (2)
  • Agustus (2)
  • Juli (1)
  • Mei (4)
  • April (1)
  • Januari (2)
  • Desember (4)
  • November (1)
  • Oktober (1)
  • September (1)
  • Agustus (2)
  • Juli (2)
  • Juni (3)
  • Mei (2)

Created with by BeautyTemplates | Distributed by blogger templates