hari hari fiksi

Sekian % Fiksi

Diberdayakan oleh Blogger.

Sudah sejak semalam aku mendengar keributan ini: seorang ibu mencari anak-anaknya yang menghilang. Siang ini suaranya parau, makin mengiris hatiku.

Kulihat ia memanggil-manggil anaknya di setiap rumah di gang ini. Lalu pergi untuk kembali lagi meneriaki rumah-rumah kami. Mungkin dia memanggil nama anaknya atau apa, aku tidak tahu. Bahasanya asing bagi warga di sini.
Aku sungguh tak tega. Ingin aku membantunya, tapi bagaimana caranya? Didekati saja ia tak mau. Ia pasti akan langsung ambil langkah seribu jika ada yang mendekat.

Aku membuka pintu dan keluar ke teras. Rupanya bukan hanya aku yang memperhatikan ibu setengah tua itu. Tetangga sebelah rumah pun juga kulihat sedang memperhatikannya. Aku mendekat kepada tetanggaku itu. Senyumku kutawarkan kepadanya. Ia menyambutku.

"Kasihan dia.", kata tetanggaku tanpa kutanya terlebih dahulu. Aku menunggu kalimat berikutnya. "Dua anaknya diambil pemilik rumah semalam dan dibawa entah ke mana." Aku mengangguk-angguk. Ibu mana yang sanggup berpisah dari anak-anaknya?

Si ibu itu memang tak punya rumah untuk berlindung. Ia hidup berpindah-pindah tempat. Rupanya kali ini si pemilik rumah merasa keberatan dengan kehadirannya bersama kedua anaknya yang beranjak besar.

Mungkinkah anak-anak itu merusak barang-barang si pemilik rumah? Atau mengotorinya? Atau si ibu itu kerap mencuri lauk di meja makan? Entahlah. Yang jelas kini ia merintih-rintih memanggil anaknya. Badannya yang besar menjadi kusam warnanya. Ekornya pun lebih banyak terkulai lesu. Ah, kasihan kau, pus.

-Selesai-



"Nilaiku di bulan Ramadan cuma 25", kata Ifa tiba-tiba. Aku menoleh ke arahnya. "Dari mana kamu tahu?", tanyaku. "Bukankah hanya Alloh yang tahu nilai ibadah puasa kita?", lanjutku.

Adikku yang beranjak remaja itu menggerak-gerakkan jari telunjuknya ke arahku sambil tersenyum penuh misteri. "Tahu, dong, Kaaak...", katanya yang membuatku jadi penasaran.

"Cara tahunya bagaimana?". Kuletakkan buku pelajaran kimiaku di meja lalu kuhampiri Ifa. Sepertinya asyik mendiskusikan sesuatu dengan Ifa di tengah keruwetan pikiranku begitu naik ke kelas 12 ini. Ifa selalu punya teori yang menakjubkan. Khas anak-anak, sangat murni dan jujur, tapi seringkali benar. Tidak rugi punya adik yang berselisih usia lima tahun denganku ini.

"Begini. Selama Ramadan aku ikut tarawih di masjid delapan rokaat dan witir tiga rokaat. Nah, ternyata, setelah Ramadan berlalu ternyata aku hanya bisa mengerjakan dua rokaat saja tiap solat tahajud dan tiga rokaat solat witir. Jadi dua per delapan sama dengan seperempat alias 25%, yang artinya nilaiku 25 dari 100".

"Oooh...begitu ya, Fa. Betul juga teorimu". Ifa yang solihah dan cerdas. Perhitungan seperti ini bisa menjadi gambaran, apakah ibadah kita di bulan Ramadan membekas atau tidak.

"Nah, kalau nilai Kakak berapa?", tanya Ifa. "Mmm...berapa, ya?", jawabku pura-pura bodoh. Padahal sudah jelas: nilaiku nol.

-Selesai-



Newer Posts
Older Posts

LET’S BE FRIENDS

Labels

10% fiksi 100% fiksi 25% fiksi 50% fiksi 75% fiksi 90% fiksi FFRabu

recent posts

Blog Archive

  • Mei (2)
  • November (2)
  • September (2)
  • Agustus (2)
  • Juli (1)
  • Mei (4)
  • April (1)
  • Januari (2)
  • Desember (4)
  • November (1)
  • Oktober (1)
  • September (1)
  • Agustus (2)
  • Juli (2)
  • Juni (3)
  • Mei (2)

Created with by BeautyTemplates | Distributed by blogger templates