hari hari fiksi

Sekian % Fiksi

Diberdayakan oleh Blogger.

"Aw! Terlalu kencang, Pak."
"Oh, maaf," Pak Wardi mengendorkan ikatan stagen.

"Segini?"
"Kurang, Pak."
"Coba kecilkan perutnya dulu. Biar nanti pas," saran Pak Wardi.

"Ya, betul begitu, Mas Indra. Saya kunci stagennya, ya."
"Ya, Pak."
"Nah. Sudah."

"Atasannya, Pak?"
"Nggak pakai, Mas. Kan ini gaya Jogja basahan. Nggak pakai baju."
"Waduh ... malu dong, Pak."
"Lha gimana, permintaan calon ibu mertua Mas begitu."
"Iya, sih, Pak."

"Lha daripada Mbak Saras yang malu? Sudah berapa bulan to, Mas?"
"Nggak tahu, Pak. Terakhir saya sama Saras ngelakuinnya sebelum Ujian Nasional."

Menjawab tantangan #FFRabu: Hamil

Joko memutuskan untuk pulang setelah lima tahun berlalu. Dia yakin kabar kepulangannya telah diketahui warga kampung.

"Om, Om, setelah ini nasib Pangeran Api gimana?" rengek Ahmad, Zaki dan Luthfi, keponakannya.
"Rahasia, dong," tukas Joko bangga.
Ahmad dan teman-temannya berteriak kecewa lalu berlari ke halaman.
"Jangan main rahasia sama kami, Om! Nanti kamu rasakan pembalasanku!" Ahmad mengacungkan tinjunya ke arah Joko.

"Tuh, lihat hasil karyamu", Siti, kakaknya, menimpali.

"Jangan main-main denganku, dasar bocah nakal!" Zaki berteriak.
"Siapa yang kau panggil bocah nakal, dasar kau hidung belang! Ciaaat!"
Zaki dan Ahmad bergumul di halaman.

"Mereka sudah susah diatur. Gara-gara sinetronmu itu!" omel Siti.
"Legenda Pedang Api. Apanya yang legenda? Sinetron kok isinya pacaran sama gelut thok!"

Joko tercenung. Ia pun sadar mengapa bukan hanya wajah Siti yang menua begitu cepat seolah terlihat sepuluh tahun lebih tua, tapi juga wajah-wajah penduduk kampung. Barangkali anak-anak mereka itulah penonton setia hasil karyanya yang kejar tayang setiap malam.

gelut thok: berkelahi saja

Menjawab panggilan PromptQuiz #6: Kepulangan Joko.

Foto milik Febryan Lukito

Klik!
Kau tersenyum. Indah senja di tepi Laut Tengah itu telah berhasil kau abadikan. Kau pandangi ponselmu. Foto profilmu pun berubah sudah. Sekali lagi kau tersenyum, kali ini dengan rasa bangga.

Kriiing ...
Ponselmu berbunyi. Dengan gugup kau jawab panggilan itu. Ibumu!

"Sudah sholat belum? Maghrib-maghrib kok malah keluyuran!"

Menjawab tantangan Prompt #78: Menikmati Senja dengan PoV orang kedua.

Dinding facebooknya telah lama sepi. Update terakhir adalah lima bulan yang lalu. Itu pun hanya sebuah foto jualan ponsel yang dicolekkan kepadanya. Sebelum itu pun tak ada kabar apa-apa. Sepi.

"Yul, datang ke nikahku, ya, sahabatku."

Kutekan tombol 'kirim' dan berharap ia mengomentari undangan dariku yang kukirim di dindingnya.

"Yul. Apa kabar?"
Dinding facebooknya masih sepi. Cuma ada kiriman undangan dariku dua bulan lalu.

"Yul. Kamu sombong."
Kata-kata penuh rasa kesal itu kutumpahkan di dindingnya seminggu yang lalu. Kalau ada BBM atau WA atau nomor ponselnya, pasti sudah kukatai dia.

"Punya nomernya Yuli, nggak, Cha?" tanyaku kepada Chicha, teman SMA-ku dulu lewat BBM.
"Yuli? Yulinda?"
"Iya. Dia sombong banget sih nggak datang ke nikahanku."
"Sin...Yulinda dah meninggal dua minggu yang lalu. Kamu nggak tahu?"
Aku tercekat.
"Dia kena kanker getah bening sejak setahun lalu. Aku juga baru tahu pas melayat."
"Kukira kamu yang sombong nggak datang pas pemakamannya."
Air mataku mengalir.

Newer Posts
Older Posts

LET’S BE FRIENDS

Labels

10% fiksi 100% fiksi 25% fiksi 50% fiksi 75% fiksi 90% fiksi FFRabu

recent posts

Blog Archive

  • Mei (2)
  • November (2)
  • September (2)
  • Agustus (2)
  • Juli (1)
  • Mei (4)
  • April (1)
  • Januari (2)
  • Desember (4)
  • November (1)
  • Oktober (1)
  • September (1)
  • Agustus (2)
  • Juli (2)
  • Juni (3)
  • Mei (2)

Created with by BeautyTemplates | Distributed by blogger templates